Sabtu, 30 Januari 2016

Budaya Pamer

Mulai dari insomnia, aku berselancar di mana-mana. Jika tidak ada lagi buku baru di rumah yang bisa dibaca, maka aku berselancar maya. Lalu kupikir aku akan tertidur, nyatanya aku dan pikiranku makin sibuk. Sibuk karena dunia sosial yang kutahu. Baik nyata maupun maya. Hari berikutnya aku penat dan menyerah dengan kesabaranku.

Maka kuputuskan untuk kutulis di sini. Sebuah puisi...

Budaya Pamer

Apa yang harus kulakukan, Tuhan?
Malam ini kulihat ada doa di maya, tentang seorang hamba yang bersujud padamu.

Apa yang harus kulakukan, Tuhan?
Malam ini jua tak ada langkah kaki berderap yang menghidupi masjid-Mu.

Aku tahu kau tak akan merugi akan itu, tapi seribu tapi, aku bertanya sendiri.

Apa yang harus kulakukan, Tuhan?
Di saat cinta dan kasih hanya terbungkus dalam bingkai galeri? 

Apa yang harus kulakukan, Tuhan?
Saat Tanah Suci itu penuh dengan hedonisme dan nafsu? Terpampang jam raksasa di atas rumahMu.

Aku tahu Engkau Maha Tahu. Puisiku ini, bahkan tak menjadi referensi pelaporan untukMu.

Apa yang harus kulakukan, Tuhan?
Malam ini aku mendapati diriku tengah sendiri. Tak melakukan apa-apa untuk pikiranku.

Sampai akhirnya pikiranku mengerucut sendiri: aku adalah orang-orang kecil yang kalah dengan arus populer.

Tapi, Tuhan... aku bukan orang yang kalah!

With peace and love,
@sundakelapa90

Cibubur, 30 Januari 2016
Pukul 01.23 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar