Sabtu, 09 April 2016

Memelihara Memori (Pon-Pes Daarul Rahman)

"Di tengah wilayah dengan kerikil tajam
Berdirilah tempat naungan panji Islam
Akan memberikan sebuah masa depan
Itulah Pondok Pesantren Daarul Rahman".

Penggalan syair tadi adalah untaian lagu mars Pon-Pes Daarul Rahman. Mars itu begitu membekas di hati para alumni ataupun santri yang pernah menimba ilmu di pesantren tersebut. Termasuk saya. Pada Minggu (20/3), digelar acara maulid Nabi Muhammad SAW, di Kebayoran Baru, Jakarta. Perayaan maulid kali ini begitu spesial karena akan menjadi maulid terakhir yang diselenggarakan di Pon-Pes Daarul Rahman 1 yang terletak di Senopati, Kebayoran Baru.

Seperti diketahui, Pon-Pes Daarul Rahman 1 yang terletak di bilangan Senopati itu akan berpindah tempat ke wilayah Jakarta lain, yakni Jagakarsa, Jakarta Selatan. Maka tak ayal, maulid kali ini menjadi sangat menguras kenangan, utamanya bagi para alumni yang pernah bertahun-tahun tinggal dan menuntut ilmu di sini. Kenangan akan sebuah bangunan tiga lantai Pon-Pes Daarul Rahman, tak hanya bermakna beton tembok semata. Lebih dari itu, disadari atau tidak, beton tembok itu adalah saksi mata perjalanan diri para santri untuk bertumbuh dewasa.

Di mana tempat tumbuh, baik secara fisik dan pemikiran banyak kami (para alumni) habiskan di sini. Kenangan akan kantor pelajar, kelas, masjid, kamar, dapur, hingga lapangan tak akan pernah hilang dari benak kami. Belasan tahun lalu, masih sangat terukir jelas di ingatan, bagaimana kaki kecil dari rumah ini menginjak tanah Daarul Rahman. Berjalan tegap menuju majlis ilmu, memandang kagum pada para senior ilmu. Iri setengah mati mendengar mereka berbicara menggunakan bahasa Arab dan Inggris. Saat itu, hanya amin dan amin yang kuucap. Semoga Allah menjadikanku salah satu penuntut ilmu yang istiqamah. Dan kalau boleh, pandai berbahasa asing.

Sekarang kutatap lagi beton tembok Daarul Rahman. Kutanyai mereka para tembok itu akan diri ini. Masih ingatkah mereka, kenalkah mereka, terpingkalkah mereka akan diriku? Akan para alumni yang datang menyapa ke sini? Karena dari kami, tak ada yang bisa kami sembunyikan satu pun jua dari beton tembok. Mereka para tembok, adalah saksi sejati waktu demi waktu yang tertinggal di belakang kami. Di depan teman-teman yang hadir, kami bisa saja tak menceritakan tentang kebodohan diri, kemunafikan hati, atau apapun yang tak menyenangkan untuk diungkap. Tapi di depan benda mati, sebuah bangunan tiga lantai di Jalan Senopati ini, tak ada yang bisa kami sembunyikan satu hal pun jua.

Mereka benda mati, tapi saksi.

Tentu, setiap hal tak ada yang abadi. Hanya kenangan yang membekas yang terus menemani riwayat hidup diri.

Pon-Pes Daarul Rahman telah berdiri hampir 40 tahun lamanya. Telah banyak menelurkan generasi terbaik bangsa di berbagai sektor. Globalisasi menggerus pendidikan. Tanpa ampun 'melenyapkan' bangunan tiga lantai beserta seluruh kenangannya.

Life must go on, itu yang harus dilakukan jika tak ingin terpuruk oleh keadaan. Jika tak begitu, manusia tak akan belajar.

Daarul Rahman adalah rumah, sekolah, teman, keluarga, cinta, kenangan, perjalanan, dan harapan. Sampai jumpa dengan wajah barumu, Daarul Rahman. Gaungkan lagi pendidikan berbasis agama dan budaya demi agama dan bangsa.

Tulisan ini, adalah upayaku sebagai manusia dalam memelihara memori.

With peace and love,
@sundakelapa90

Ditulis sejak 20 Maret-10 April 2016. Insya Allah akan berlanjut dalam sebuah buku tentang sejarah Pondok Pesantren Daarul Rahman.