Sabtu, 30 Januari 2016

Budaya Pamer

Mulai dari insomnia, aku berselancar di mana-mana. Jika tidak ada lagi buku baru di rumah yang bisa dibaca, maka aku berselancar maya. Lalu kupikir aku akan tertidur, nyatanya aku dan pikiranku makin sibuk. Sibuk karena dunia sosial yang kutahu. Baik nyata maupun maya. Hari berikutnya aku penat dan menyerah dengan kesabaranku.

Maka kuputuskan untuk kutulis di sini. Sebuah puisi...

Budaya Pamer

Apa yang harus kulakukan, Tuhan?
Malam ini kulihat ada doa di maya, tentang seorang hamba yang bersujud padamu.

Apa yang harus kulakukan, Tuhan?
Malam ini jua tak ada langkah kaki berderap yang menghidupi masjid-Mu.

Aku tahu kau tak akan merugi akan itu, tapi seribu tapi, aku bertanya sendiri.

Apa yang harus kulakukan, Tuhan?
Di saat cinta dan kasih hanya terbungkus dalam bingkai galeri? 

Apa yang harus kulakukan, Tuhan?
Saat Tanah Suci itu penuh dengan hedonisme dan nafsu? Terpampang jam raksasa di atas rumahMu.

Aku tahu Engkau Maha Tahu. Puisiku ini, bahkan tak menjadi referensi pelaporan untukMu.

Apa yang harus kulakukan, Tuhan?
Malam ini aku mendapati diriku tengah sendiri. Tak melakukan apa-apa untuk pikiranku.

Sampai akhirnya pikiranku mengerucut sendiri: aku adalah orang-orang kecil yang kalah dengan arus populer.

Tapi, Tuhan... aku bukan orang yang kalah!

With peace and love,
@sundakelapa90

Cibubur, 30 Januari 2016
Pukul 01.23 WIB

Jumat, 29 Januari 2016

Potret Dari Jerusalem

Jerusalem. Ya, nama itu selalu saja terdengar di tiga agama langit. Jerusalem adalah mother land dari penganut agama Yahudi, Kristen, dan Islam. Menjadi kota suci dari sudut pandang berbeda antara umat Yahudi, Kristen, dan Islam. Menjadi tuan rumah lahirnya paham monoteisme.

Lalu apa menariknya berada di Jerusalem? Atau, mengapa kini wilayah tersebut dipenuhi konflik? Padahal merupakan rumah bagi ketiga agama semitik terbesar di dunia. Jerusalem diklaim oleh ketiga agama sebagai tempat suci mereka, membuat wilayah ini kini masuk ke dalam konflik berkepanjangan, seolah musykil bagi perdamaian menyusup masuk ke dalamnya. Meski bagi saya ini bukan konflik agama, Jerusalem nyatanya juga terlalu 'seksi' untuk diperebutkan-diperdebatkan dalam kancah politik global. Entah apa seksinya tanah ini jika dilihat dari kontur tanah dan geografis, tapi begitulah kenyataan yang terjadi. Tanah yang kurang seksi ini justru bak primadona yang diperebutkan sana-sini. Dan mirisnya kini, tanah itu justru menjadi panggung tontonan gratis masyarakat dunia akan keegoisan, pengebirian kemanusiaan, dan pelanggaran hak asasi manusia.

Kebanyakan kita selalu melihat permasalahan dalam sudut pandang hitam putih. Keegoisan itu muncul nyata dengan banjirnya bom, rudal, dan tembakan-tembakan di jalur Gaza. Tak peduli berapa banyak yang mati, muslim kah, Kristiani kah, atau Yahudi kah. Pembesar-pembesar negara terus mengklaim diri paling benar. Soal jatuhnya nyawa, bagi mereka itu adalah statistik belaka.

Namun begitu, nalar saya tak pernah menemukan alasan bahwa konflik di tanah Palestina bukan disebabkan oleh Israel. Dengan ideologi Zionisnya, Israel adalah penjahat ulung. Tapi perlu dicatat dengan jelas bahwa, antara Zionisme dan Yahudi terdapat perbedaan yang sangat jauh. Publik (utama muslim), tak sedikit yang mengecam umat Yahudi akibat agresi Israel. Sadarkah mereka (sebagian umat muslim itu) bahwa Israel tengah memainkan isu agama untuk melegitimasi kekuasaannya atas Palestina?

Adakah agama yang mengajarkan membunuh orang yang tak bersalah? Adakah agama yang mengajarkan pengibirian hak asasi manusia? Adakah agama yang mengajarkan mencuri tanah orang lain? Tidak ada! Jika anda percaya bahwa ajaran Yahudi adalah ajaran tercela, berarti anda telah mengingkari kenabian Musa. Konflik di Jerusalem hari ini adalah rentetan panjang buah pemikiran picik Theodore Herzl. Dengan idelogi Zionisme, ia membuat propaganda 'suci' bagi seluruh umat Yahudi di dunia. Beberapa umat Yahudi terbius, tapi tak sedikit juga yang memiliki nalar jernih.

Seperti yang dilakukan Albert Einstein, Eric Hobsbawm, Eric Fromm, dan yang paling gemilang adalah Mantan Angkatan Udara Israel, Gilad Atzmon. Para tokoh ini adalah umat Yahudi yang lantang menolak Zionisme. Bahkan Gilad secara lugas di berbagai kesempatan mengatakan, Negara Israel harus dihapuskan dari muka bumi dan digantikan oleh kemerdekaan Palestina seutuhnya. Bagi Gilad, Zionisme adalah rekayasa manusia dengan segala intrik untuk menguasai tanah orang lain. Baginya, berdirinya Negara Israel tak lebih sebagai tanah curian (stolen land). Berbicara seperti ini, nyawa Gilad menjadi buruan nomor satu Mossad, bukan? Bayangkan betapa beraninya ia.

Bahkan SBY saja tak seberani Gilad dalam mendukung Palestina. SBY menyatakan persetujuannya akan Resolusi PBB tahun 1947 atas pembagian tanah Palestina untuk dua negara. Yakni Negara Irael dan Negara Palestina. Maksud SBY mungkin adalah menghindari pertumpahan darah yang lebih masif lagi. Tapi Gilad memiliki pandangan berbeda, ia lantang menyatakan bahwa seluruh tanah di bumi Palestina dan Israel adalah milik Palestina secara sah.

Dari sisi ini, saya menyayangkan aksi beberapa umat muslim yang anti terhadap Yudaisme--bahkan entah bagaimana mereka mengumpulkan isu dengan mengait-ngaitkan kebencian kepada umat Kristiani juga. Generalisasi terhadap umat Yahudi adalah Zionis, adalah kekerdilan nurani dan pikiran. Seorang Grand Rabi Yahudi Joel Teitelbaum tegas menyatakan bahwa Zionisme bertentangan dengan ajaran Yudaisme. Zionisme adalah ajaran setan, penuh kepicikan, the work of satan.

Teringat saya akan kata-kata bijak yang diucapkan seorang bocah Yahudi yang ditindas Hitler dan mati dalam kamp pembunuhan Auschwitz. Bocah ini adalah Anne Frank. Ia percaya bahwa setiap orang pasti memiliki sisi kebaikan dalam dirinya, sejahat apapun orang itu.

Bayangan akan Jerusalem ini membanjiri pikiran ketika saya mengamati dengan jelas galeri foto milik Fotografer asal Turki, Suleyman Gundz. Potret dari Jerusalem akan beberapa bocah yang tengah asik bermain bola di tengah reruntuhan bangunan akibat rudal dan bom, seolah meruntuhkan konstruksi konflik yang terbangun kuat dari luar Al Quds. Foto ini seolah berbicara bahwa, silakan engkau berperang, silakan engkau saling menyalahkan, silakan engkau rebut kemerdekaan kami, tapi percayalah bahwa naluri anak-anak akan kebahagian tak akan pernah hilang. Politik dan rudalmu tak dapat membuat kami lupa untuk bahagia.

Dari ini, saya berpikir bagaimana jadinya sebuah tanah tempat lahirnya tiga agama menjadi damai kembali. Akankah bisa, sambil berjalan di Jerusalem, kita bisa saling menyapa entah pada ulama, rabi, ataupun pastor? Dengan begitu, Zionis akan kehilangan mata pencaharian keserakahannya. Karena sesungguhnya, Zionis sedang memperjual-belikan kebiadaban dengan tameng kemanusiaan Yudaisme. Seperti kata Buya Syafii Maarif, Zionis bukanlah anak kandung kemanusiaan.

Our religion is humanity!

With peace and love,
@sundakelapa90

Cibubur, 29 Januari 2016
Pukul 19.13 WIB



Jumat, 22 Januari 2016

Memahami Pulau Sempu (Part 1)

Pagi menjelang siang, keringatku bercucuran deras. Seperti biasanya cuaca wilayah Timur Jawa, matahari begitu menyengat seolah berada tak jauh dari kepala. Aku dan seseorang (baca: My Lovely Honey), bermandikan keringat begitu turun dari motor. Tapi tentu saja kami bisa maklum dengan matahari yang menyengat ini. Yang tidak atau belum kami bisa maklumi adalah serbuan ulat pohon jati yang menggantung bergerombol hampir menyentuh permukaan jalan. Otomatis aku dan My Lovely Honey yang mengendarai motor, melaju begitu saja karena jika dari kejauhan, ulat-ulat ini tidak terlihat jelas. Walhasil, ulat bulu memenuhi tubuh kami. Di kepala, tangan, kaki, sampai pundak dan juga helm.

Maka begitu turun dari motor, selain menghela keringat, kami juga membersihkan ulat-ulat ini dengan fantasi berlebih. Tangan menghentak ke kanan dan kiri. Ciat ciat ciat! Macam pesilat profesional. My Special One bahkan menggoyangkan badannya bak penari salsa. Alamak! Tak dinyana, ulat jati ternyata dapat membangkitkan bakat terpendam kami.

Lupakan soal ulat jati. Kini kami mencari posko perizinan masuk kawasan konservasi Pulau Sempu. Boleh dikatakan, kamilah pengunjung pertama yang meminta izin masuk ke dalam kawasan konservasi Sempu untuk menginap hari ini. Perizinan difungsikan untuk memberikan penyuluhan bagi para pengunjung Sempu agar tidak melakukan hal-hal yang dilarang. Seperti membuang sampah sembarangan, menyalakan petasan, atau mengganggu ekosistem alam semisal berburu dan lain-lain. Kurang lebih setengah jam, aku banyak berbincang dengan Pak Edi, Kepala Polisi Hutan Sempu.

Pak Edi menjelaskan dengan detail bagaimana profesinya sebagai penjaga hutan konservasi. Opini yang berkembang di masyarakat akan Pulau Sempu adalah sebuah pulau ajaib yang indah. Mirip-mirip dengan Phi Phi Island di Thailand, dan juga Raja Ampat di Papua. Hanya bedanya, Pulau Sempu tergolong lebih mungil. Padahal, Pulau Sempu adalah cagar alam yang harus dilindungi oleh negara. Bahkan kabarnya, Pulau Sempu telah dijadikan cagar alam sejak era Hindia-Belanda. Terdapat banyak hewan-hewan buas yang dilindungi di Pulau ini. Tapi tentunya, titik point yang kami tuju tidak masuk ke dalam kawasan yang dipenuhi hewan-hewan buas. Yang kami tuju adalah segara anakan.

Dalam proses sosialisasi dan penyuluhan terhadap masyarakat bahwa Pulau Sempu bukanlah tempat wisata, menjadi tantangan yang cukup berarti baginya. Bayangkan, ia dan rekan-rekannya bertanggung jawab meminimalisir jumlah pengunjung ke Pulau Sempu, tapi di sisi lain kehidupannya yang berdampingan dengan masyarakat sekitar yang bergantung hidup dari wisata Sempu menjadi momok lain yang seolah menghantamnya. Ia bagai daging hamburger yang diapit roti atas dan bawah. Siap kapanpun terjepit. Ia akhirnya berstrategi memberikan sosialisasi dari hati ke hati kepada siapapun pengunjung Pulau Sempu bahwasannya pulau ini bukanlah tempat wisata. Akhirnya, usaha Pak Eddy membuahkan hasil setelah satu tahun menjalani metode sosialisasi itu. Efeknya, enam puluh persen wisatawan Pulau Sempu berkurang. Fantastis!

Kembali ke topik Segara Anakan. Ya, dari namanya saja kita bisa meraba seperti apa tempat itu. Segara dalam bahasa Jawa berarti laut, anakan berarti anak. Kurang lebih begitu. Jadi segara anakan berarti laut anak atau anak laut? Apapun lah... intinya ada laut-lautnya. Dinamakan begini karena pulau ini dikelilingi tebing karang yang menjulang seperti bukit. Bukit karang itu pembatas langsung antara pulau dan Samudera Hindia. Di bukit karang ini ada satu tempat yang bolong, hingga membuat ombak Samudera Hindia menghantarkan airnya ke Segara Anakan. Memenuhi dan mentransfer Segara Anakan dengan air dan ikan-ikannya.

Kami akhirnya berangkat setelah perahu yang kami sewa tiba. Oh ya, selain aku dan My Special One, kami juga ditemani oleh empat kawan Malaysia. Dua di antaranya bekerja di Twin Tower Petronas, satu adalah sutradara, dan yang terakhir adalah anak alam. Kusebut begitu karena carier-nya yang tinggi besar di pundaknya itu, sama sekali tak membuat manusia itu berkeringat. Ampun...

Perahu kami berjalan santai, membelah bibir pantai Malang Selatan dan Pulau Sempu. Di depan kami, bukit karang menjulang. Tak jauh dari bukit karang itu, terdengar debur ombak menggelegar Samudera Hindia. Perahu kami tak menuju terus ke depan, kami sadar kami bukan naik armada kapal Ibnu Batutah. Akan tetapi kami berbelok sedikit ke arah kiri. Ke bibir pantai yang seperti terisolasi. Kanan kirinya dipenuhi pepohonan magrove. Di sini, suasana kontras terasa dengan hamparan Samudera Hindia barusan. Di bibir pantai ini, suasana senyap menyambut kami.

Dek... dek... dek... perahu melambatkan lajunya. Berlabuh perlahan dengan bantuan bambu panjang nelayan yang ditekankan ke dasar air bibir pantai. Kanan kiri, seseimbang mungkin. Aku melihat ke depan, pepohonan besar berdempet-dempetan. Inilah hutan. Sesuatu yang tak akan pernah kutemui di Jakarta.

Kami turun satu per satu dari perahu sambil menjaga keseimbangan. Kaki kami disambut air laut yang cukup amis. Sambil menunggu semua turun, aku mengambil beberapa foto 'pintu masuk' hutan yang senyap ini. Sebelum benar-benar masuk, aku dan My Special One memeriksa kembali peralatan pokok yang kami bawa. Karena setelah melangkah masuk ke hutan, yang kami andalkan hanyalah badan kami dan apa yang kami bawa di dalam ransel. Keempat teman Malaysia kami berpesan untuk berjalan perlahan dan santai. Hal itu karena mereka baru aja selesai mendaki Semeru.

Kesenyapan hutan membawaku merenung sendiri sambil terus merambah masuk ke dalamnya. Hutan di Pulau Sempu dan seluruh spesies yang hidup di dalamnya adalah salah satu makhluk Tuhan yang beruntung. Bertahan dengan segala kemampuannya dari gempuran manusia. Meski sedikit diperkosa, namun nyatanya Sempu masih belum kehilangan keperawanannya. Sementara nun jauh di Barat Jawa, ada sekelompok manusia yang bukan hanya kehilangan sawah dan hutannya, melainkan juga kehilangan kebudayaannya. Melebur dengan kebudayaan lainnya. Tergagap-gagap mencari keahlian di luar hutan dan sawah. Kira-kira itulah gambaran kaumku: Betawi Cibubur. Kami pasrah dengan gegap-gempita beton yang menggusur satu-satu sawah kami. Arus globalisasi nyatanya tak membuat kami kuat, justru kami sulit berkutat. Kelemahan kami lainnya adalah sulit membaca peluang.

Aku membuang lamunanku. Kuperhatikan pohon-pohon di hutan ini yang kutahu. Jati, mahoni, dan... aku tak kenal yang lainnya lagi. Sedikit malu sendiri. Tapi biarlah. Lalu, kucoba menguji My Special One. Kutanyakan padanya jenis pohon apa yang kutunjuk. Ia menjawab santai: "Jati". Aku melongo hampir gila: "Kok tahu?"

Sambil tertawa cekikikan ia menjawab: "Jika engkau bertanya apa nama pohon yang kau tunjuk, sadarkah kau bahwa kau tak pernah tunjuk jenis pohon selain pohon jati? Itu pasti karena satu-satunya yang kau tahu,"

Malunya aku. Tapi tertawa juga akhirnya terpingkal-pingkal. Canda ini cukup menghibur kaki-kaki kami yang harus menempuh jarak tiga kilometer menuju Segara Anakan. Ah, pelajaran apa lagi yang akan kutemui di sana. Aku tak sabar. Memahami Pulau ini, akan kulakukan dari jarak terdekat.

With peace and love,
@sundakelapa90

Cibubur, 22 Januari 2016
Pukul 17.46 WIB (menjelang magrib)

Kamis, 21 Januari 2016

Menjemput Pencak Silat Indonesia

Di Indonesia ini semua hal yang hangat, laris manis. Mulai dari kuliner sampai mode. Dari trending sport sampai trending gossip. Tapi begitu dingin, hilang dari permukaan. Tidak ada lagi tagar topik yang pernah populer itu. Kita masih ingat bagaimana gegap gempita masyarakat Indonesia karena laga Piala AFF 2010. Semua media memberitakan, bahkan ibu-ibu pengajian juga sibuk membicarakan Irfan Bachdim dan sepak bola. Lalu kemudian, riuh AFF 2010 kandas. Digantikan isu lain. The show must go on... action! Kalau mengikuti arus media, memang begini mau mereka.

Hangat-hangat tahi ayam itu mudah-mudahan tidak terjadi dalam momentum pencak silat Indonesia. Di mana trio The Raid Iko Uwais dkk menjajal film laga berkelas macam Star Wars. Meski seni beladiri silat sempat menggema berkat film The Raid dan lanjutan-lanjutannya, namun sadarkah kita bahwa pencak silat harus terus dilestarikan dan berinovasi lebih jauh? Itulah mengapa film laga Indonesia belum dapat menyaingi Kung Fu asal Tiongkok. Padahal jika dijalani dengan serius, pencak silat Indonesia tak kekurangan materi sama sekali. Beragam daerah memiliki kekayaan gerak dan koreografi tersendiri.

Tiongkok berhasil mem-branding Kung Fu sebagai ciri khas negara Tirai Bambu itu. Dengan perjalanan yang panjang sejarah Kung Fu, penggiat seni beladiri di negara itu selalu memberikan inovasi dan memperkaya Kung Fu sehingga dapat diterima di seluruh penjuru dunia.

Sejarah kelahiran Kung Fu dalam tradisi Shaolin pun cukup menarik. Seperti kisah bagaimana di biara perguruan Shaolin para biksu muda yang ingin menimba ilmu teologi Buddisme, selalu mengantuk. Untuk meminimalisir ketidakefektifan belajar itu, biksu tetua mulai mengajarkan seni olahraga berupa Kung Fu dan Wushu. Maka, diajarkanlah 18 jurus Kung Fu kepada biksu-biksu muda--dengan niat utama agar para biksu muda tak mengantuk. Karena Kung Fu pada halikatnya adalah sebuah seni dan bagian dari olahraga.

Dari ke-18 jurus dasar itu, dikembangkan lagi menjadi 72 jurus Kung Fu yang kini dikenal dengan nama Shaolin Kung Fu. Setelah itu terus dikembangkan hingga menjadi 182 jurus dan kemudian diringkas menjadi lima jurus dasar yang kini populer. Seperti jurus bangau, ular, kera, dan lain-lain. Sementara jika dalam ilmu beladiri halus (Tai Chi), jurus dasar tanaman pinus banyak diterapkan.

Jurus pohon pinus mengajarkan tentang ketenangan dalam ilmu beladiri. Filosofi tenang dan kuat dari pohon pinus diambil saat pohon pinus tertimpa tumpukan salju. Walaupun tertimpa tumpukan salju, pohon pinus tak akan jatuh roboh meski salju telah jatuh berjatuhan ke tanah. Hal itu karena kelenturan pohon pinus dan kekuatan akarnya yang luar biasa. Untuk itulah mengapa beladiri Tai Chi juga banyak digemari.

Dengan adanya perkembangan informasi di dunia perfilman Hollywood tentang Kung Fu yang dipopulerkan oleh Bruce Lee, Jet Lee, dan Jackie Chan pada era populer, citra Kung Fu seolah merupakan seni beladiri semata. Padahal, Kung Fu bermakna awal sebagai keterampilan dan keahlian. Keahlian dan keterampilan sendiri bisa disandingkan dengan kata kerja lain, seperti memasak ataupun menjahit.

Namun karena Kung Fu dipopulerkan oleh ahli beladiri seperti Bruce Lee, Jet Lee, dan Jackie Chan, maka citra yang berkembang di masyarakat global tentang Kung Fu merupakan seni keterampilan beladiri. Padahal sebenarnya, tradisi beladiri di kalangan Tiongkok lebih dikenal dengan nama Wushu. Dan secara kebetulan, Wushu dikembangkan dan dipopulerkan oleh perguruan Shaolin.

Perkembangan Wushu terus terjadi hingga ke era modern. Pada hakikatnya Wushu sebagai ilmu beladiri dan seni, terbagi menjadi dua. Yaitu tradisional dan modern. Wushu tradisional berkembang di era perguruan Shaolin pada tahun 500-an Masehi setelah pemerintahan Dinasti Ming. Sementara Wushu modern terjadi di era populer yang bermula tahun 1953 dengan dua aliran yang ada. Yaitu aliran keras dan aliran lembut.

Bagaimana dengan beladiri Indonesia? Pencak silat, Tarung Drajat, dan lainnya itu? Semoga kehadiran Iko Uwais dkk dapat membangkitkan gairah pelestarian pencak silat Indonesia. Tak hanya merangsang masyarakat Indonesia beramai-ramai beli tiket menonton di bioskop lalu update status saja. Lebih dari itu, Indonesia butuh perguruan-perguruan silat yang lebih masif untuk dapat dikembangkan. Momen berharga Iko Uwais di kancah perfilman nasional dan internasional, harusnya kita jadikan momen untuk menjemput pencak silat Indonesia dirangkul kembali.

With peace and love,
@sundakelapa90

Cibubur, 22 Januari 2016
Pukul 07.43 WIB

Selasa, 19 Januari 2016

Perjalanan Abdul Rahman

Dari lima ratus juta sel dalam setetes sperma yang memenuhi ruang rahim, hanya satu saja sel yang berhasil hidup dari terpaan zat asam dalam rahim. Satu sel itu kemudian menjadi benih, daging, tulang, dan nyawa. Jabang bayi itu kemudian mencari jalan keluar lewat vagina jika waktu kandungan si ibu telah sampai pada tahapannya. Nyawa itu siap menuju dunia berikutnya. Inilah yang disebut sebagai konsep kemenangan. Tiap-tiap manusia dilahirkan dengan bekal modal yang indah dari Tuhan: pemenang.

Konsep itu coba kuterjemahkan dari sebuah janin yang dikandung sembilan bulan lalu. Di mana awal diketahui keberadaan janin tersebut saat usia kandungan mencapai dua bulan. Sontak semua manusia yang hidup di luar janin tersebut bahagia. Menanti bulan ketiga, keempat, dan bulan-bulan berikutnya. Di dalam rahim, si janin berkembang mengikuti gerak kasih sayang Tuhan. Dari gumpalan darah yang hidup dalam rahim dengan denyut jantung yang aktif, ia
menyerap asupan nutrisi yang ditransfer ibu lewat tali plasenta. Dari gumpalan darah yang kecil ini, jabang bayi mulai berkembang tiap waktu ke waktunya.

Hingga dalam usia empat bulan kandungan, jabang bayi telah pandai menggunakan indera pendengarnya. Mulai meraba suara-suara yang datang dari luar sana. Menyerap kata-kata apapun, suara apapun, dan beragam bahasa apapun. Katakanlah ada sebagian masyarakat muslim yang tak percaya dengan the power of tahlil, tapi tentu tak bisa memungkiri akan the power of du'a bukan? Hentikanlah perdebatan akan hal-hal yang menguras energi, ambillah sisi positif dari suatu nasehat orangtua dulu. Jangankan tahlil dan bacaan Quran yang didengungkan pada usia kandungan jabang bayi mulai aktif mendengar, musik klasik yang terstruktur komposisinya pun sangat bermanfaat untuk kecerdasan otak bayi.

Tak heran rasanya jika Mozart begitu teliti dan detail dalam menyusun partitur musik klasiknya. Keseluruhan survei tentang musik Mozart vol 9 bahkan sepakat mengatakan, 9 dari 10 bayi yang didengarkan lagu Mozart saat dalam kandungan, sangat cerdas dalam matematika, kimia, fisika, hingga seni saat dewasanya. Tak heran, Mozart yang merupakan pemeluk Yahudi ini memang detail meneliti musik dan bagaimana menjadikan musik sebagai alat perangsang kecerdasan otak. Kini, lagu-lagu klasik Mozart telah dijadikan alat terapi bagi dunia kedokteran untuk kandungan-kandungan yang mengalami permasalahan. Lain Mozart, lain dengan Hitler. Himne Nazi yang populer di seantreo jagat dalam masa kepemimpinannya, menjadikan lagu ini seolah pembangkit propaganda Hitler. Mendengarnya seolah membangkitkan aura 'keserakahan' dan egoisme. Bayangkan jika aura negatif didengar oleh si jabang bayi, apa yang akan diterima oleh si jabang bayi soal dunia barunya kelak?

Harusnya kita umat muslim beruntung, kesempurnaan Al Quran tidak dapat disangkal lagi, tersaji di depan mata. Hikmahnya mengalir bagi tiap-tiap manusia yang serius mempelajarinya. Mozart yang tak luput dari lupa sebagai manusia, mampu menciptakan musik nomor satu di dunia. Sedangkan Al Quran yang langsung diturunkan dari Tuhan, kita masih disibukkan oleh perihal bid'ah dan ketakutan dalam arus tradisional. Padahal dalam fase pertumbuhan aktif indera pendengar, si jabang bayi 'haus' akan suara-suara. Ia mencoba raba, dunia apa yang bakal ia jalani kelak.

Empat bulan itu berlalu tanpa tahlil dan lainnya. Tapi sang ibunda tak pernah lepas membaca Al Quran. Ia hanya tak ingin masuk dalam arus tradisional. Hari berganti, usia kandungan makin berjalan. Si jabang bayi mulai mengeluarkan gerakan yang kuat. Menendang, memukul, hingga berputar perlahan mengikuti ritme usia yang telah dimilikinya. Ia terus ditansfer asupan gizi dari apa-apa yang dimakan ibunda. Membuang zat metabolisme yang tak berguna lewat tali plasenta. Tali ini bagiku, adalah satu-satunya tali multifungsi yang ajaib. Orisinal dari Tuhan. Bayangkan, dengan tali ini, si jabang bayi bisa makan, bernafas, hingga menransfer zat yang tidak diperlukannya ke luar rahim.

Menanjak usia sembilan bulan kandungan, ibunda mempersibuk diri mengecek kandungannya ke dokter. Ternyata, jabang bayi yang dikandungnya sungsang--tersesat mencari lubang vagina untuk keluar. Disarankan oleh orangtua agar si ibunda segera melakukan ceasar. Namun ibunda menolak, ia ingin melahirkan secara normal. Jika masih bisa berikhtiar normal, ia akan usahakan normal. Hari berikutnya, gerakan jabang bayi dalam kandungannya melemah. Puncaknya, tak ada pergerakan apapun esoknya. Ibunda tak mengambil curiga, ia percaya si jabang bayi tengah tidak aktif saja. Ibunda bersama suami pun pergi melakukan perjalanan Jakarta-Jati Luhur.

Dua hari kemudian, berita duka datang. Jabang bayi dikabarkan telah meninggal di dalam rahim sang ibu. Kantong transparan yang membungkus si bayi di dalam rahim pecah, hingga akhirnya air ketuban masuk dan terminum si bayi. Itulah yang menyebabkan jabang bayi tak bergerak dan melakukan aktifitas seperti biasanya. Ibunda kecewa, menangis sejadi-jadinya. Sembilan bulan dikandung, jabang bayi itu bahkan tak berniat mengeluarkan suara di alam dunia. Ia hanya dikeluarkan dari proses operasi caesar, untuk kemudian dibungkus kafan.

Innalillahi wa innailaihi rajiun.

Bayi ini diberi nama Abdul Rahman. Datang sebagai pemenang, dan pulang sebagai pemenang juga. Meninggalkan banyak pelajaran untuk orang yang hidup. Perjalanannya yang singkat, sangat berkesan bagiku. Di alam rahim, ia bergerak dengan lincah. Lalu dikeluarkan ke dunia, hanya sekadar menjemput kafannya. Dan kemudian, seperti tak kenal sopan santun, ia mendahului siapapun orang yang lebih tua darinya, untuk mencicipi liang lahad terlebih dahulu. Perjalanan yang terlihat singkat itu, bagiku adalah perjalanan penuh makna.

Keponakanku, Abdul Rahman, selamat jalan. Terima kasih sudah berjuang sampai dunia dan menjadi bagian dari keluarga kita.

With peace and love,
@sundakelapa90

Cibubur, 20 Januari 2016
Pukul 10.43 WIB

Kamis, 14 Januari 2016

Bom Sarinah? Kami Tidak Takut!

Meledaknya bom di depan Gedung Teater Jakarta, Sarinah, banyak menimbulkan respons di kalangan ahli dan masyarakat awam. Beragam respons itu salah satunya diumbar di sosial media sebagai medium tercepat dalam menyampaikan dan menyebar-luaskan informasi. Namun dibalik keramaian informasi soal #bomsarinah, terdapat informasi hoax yang bergerumul di dalamnya.

Terorisme bertujuan untuk menekan dan menebar ketakutan di kalangan masyarakat ataupun pemerintah. Membunuh satu atau segelintir orang, namun menebarkan efek ketakutan yang luar biasa di kalangan masyarakat. Takut adalah kunci kemenangan teroris. Informasi yang berkembang hoax terdiri dari banyaknya tempat-tempat lain yang dilanda bom di sekitaran Jakarta. Sekejap, sosial media gaduh. Antara takut dan kalut. Tak sedikit bahkan yang menggunakan hashtag save Jakarta.

Pertanyaannya, mengapa banyak sekali kabar hoax yang beredar di kalangan masyarakat maya? Mengapa bom myeledak di kawasan pemerintahan? Mengapa, dari jauh-jauh hari tepatnya tanggal 7 Januari 2015, pemerintah Amerika dan Australia menerapkan travel warning ke Indonesia bagi warga masyarakatnya? Mengapa BIN kecolongan soal bom ini? Dan mengapa, sasaran teroris kali ini adalah kawasan pemerintahan dan bukan menarget yang seperti biasanya: menyerang simbol-simbol 'Barat'?

Jibunan pertanyaan itu tentu tidak mudah dijawab dengan spontanitas saja, dibutuhkan kejelian dan pendalaman data. Namun yang ingin saya tekankan dalam tulisan ini bukanlah pertanyaan-pertanyaan bak adegab di film detektif itu, melainkan tentang kepercayaan diri dan keberanian. Kita memang harus berempati dan menaruh duka terhadap korban yang ada, namun kita tidak boleh tersungkur dalam jurang teror yang digariskan teroris untuk kita. Bangkitlah untuk melawan teror. Berjalanlah keluar rumah, beraktifitas seperti layaknya, dan jangan lupa untuk bahagia. Teroris itu sepertinya kurang piknik, jadi tidak bisa membedakan mana yang pantai dan mana yang pantat. Mana yang wangi angin mana yang bau tahi. Ah sudahlah...

Jangan lupa bahagia! #fightback #wearenotafraid #fuckterrorism

With peace and love,
@sundakelapa90

Jakarta, 14 Januari 2016
Pukul 15.22 WIB

Minggu, 10 Januari 2016

Tak Tersulut Konflik Saudi-Iran

EGP. Rasanya salah juga jika kita bersikap masa bodo dengan konflik Arab Saudi dengan Iran. Di permukaan atau yang diketahui masyarakat awam, konflik ini adalah konflik sunni-syiah. Garis lurus-sesat. Orang suci-orang laknat. Titik. Tapi tentu saja, pembahasan tentang konflik ini tidak boleh berhenti sampai kesimpulan itu. Bahwa ada permasalahan lain yang sebenarnya besar, namun tidak muncul ke permukaan. Ibarat kata, isu sunni-syiah bak penyedap rasa. Bahwa konflik Arab Saudi-Iran bisa 'sedap' karena isu tersebut. Karena penyedap rasa begitu membuai, kita hampir lupa pada bumbu dan komposisi dasar dalam konflik tersebut.

Ketegangan Arab Saudi-Iran semakin menjadi-jadi. Puncak meletusnya pada tanggal 2 Januari 2015 kemarin, saat Ulama Syiah berpengaruh yang cukup vokal terhadap rezim Saudi, Syeikh Nimr el-Nimr, dieksekusi mati oleh Pemerintah Arab Saudi. Iran sebagai negara dengan ideologi Syiah, jelas merespons keras tentang eksekusi ini. Kasus pembakaran kantor Kedutaan Besar dan Konsulat Arab Saudi di Teheran dan Mashad (Iran), menjadikan kedua negara makin bersitegang.

Arab Saudi yang notabene 'negara suci', mulai menggalang dukungan dari negara-negara teluk. Menggalang dukungan dari organisasi-organisasi Islam dunia. Menyebarkan propaganda anti-Iran. Bahrain bahkan telah memutus kerjasama dengan Iran dan melarang warganya untuk berwisata ke Iran. Sementara negara-negara teluk yang kaya, telah memanggil duta besarnya dari Teheran tanpa proses diplomatik. Oman bahkan mengecam keras pembakaran kantor Kedubes dan Konsulat Arab Saudi di Iran itu. Sementara Iran adalah Iran. Tetap 'cool' dengan perlakuan tak adil dari negara-negara Arab lainnya. Perlu dicatat, Iran rasanya sudah terbiasa hidup mandiri. Ketegangannya dengan Amerika hingga membuat Iran diembargo, tak jadi masalah berarti untuk negara itu. Namun bukan berarti, negara ini tanpa cacat ya.

Hukum dalam negeri suatu negara memang tidak boleh dicampuri oleh pemerintah dari negara lain. Kasus eksekusi mati Syeikh Nimr el-Nimr oleh Pemerintah Arab Saudi sah-sah saja dilakukan. Namun harus melihat tindak kejahatan yang dilakukan terdakwa. Sejauh ini, Syeikh Nimr el-Nimr terkenal vokal dengan rezim Saudi. Menolak sistem dinasti (otoritarian dan korup) yang diterapkan Saudi. Hal itu sering diucapkannya secara lantang dan keras di atas mimbar. Pertanyaannya, apakah dibenarkan mengeksekusi mati seorang warga karena mengajukan aspirasi? Jika iya, di Indonesia ini, tiap harinya pasti ada yang dieksekusi mati. Dari Jonru sampai mahasiswa abal yang hobi ngomong Jokodok di sosial media. Tapi hukum tidak menjegal aspirasi bukan? Hukum menghakimi tindakan yang salah. Kasus penangkapan teroris dengan ala koboi yang langsung tembak mati di tempat, juga tidak dibenarkan bukan? Itu yang terindikasi berbuat teror (ada tindakan yang berdampak besar mengancam kesatuan NKRI). Kalau aspirasi? Syeikh Nimr? Sudahlah...

Sayangnya, menanggapi kasus ini, beberapa ormas Islam di Indonesia yang hobi 'jualan' ayat poligami, justru vokal sekali membela Saudi. Usai Syeikh Nimr dieksekusi mati, langsung muncul biografi serta pemikiran Syiah Syeikh Nimr yang meruncingkan opini: Syeikh Nimr layak dieksekusi mati karena Syiah. Itu semua muncul berupa potongan-potongan video pidato Syeikh Nimr, foto, dan lain-lain. Sementara Iran, negara dengan minyak terbaik serta kekayaan alam dan manusianya, tak dibenarkan juga membakar kantor Kedubes dan Konsulat Arab Saudi. Hal itu jelas menciderai demokrasi dan relasi antar-negara. Dan terlebih, hal itu bukanlah menyelesaikan permasalahan yang ada.

Maka, antara konflik kedua negara ini, bagaimana posisi Indonesia mengambil sikap, pastilah ditunggu-tunggu. Tapi saya yakin benar, selagi masih ada NU dan Muhammadiyah, Indonesia tidak akan mau masuk dan tersulut api konflik tersebut. Seperti ciri khas Indonesia biasanya, negara ini selalu mengambil jalur tengah. Menjadi penengah sebisanya dan negara penebar kedamaian. Maka saran saya, jangan sering-sering baca media penebar kebencian. Karena selain membuat kusut otak, juga membuat anda hanya mengkonsumsi fitnah dan data abal.

With peace and love,
@sundakelapa90

Cibubur, 11 Januari 2016
Pukul 08.05 WIB

Sabtu, 09 Januari 2016

Gairah Studi Islam di Indonesia

Kesalahan orang Indonesia dalam menyelesaikan sebuah permasalahan adalah telat mengkaji. Alhasil, ketika masalah datang kita tidak memiliki resep jitu untuk menyelesaikan sebuah permasalahan. Kita lebih cenderung tertimpa masalah terlebih dulu, baru mencari formula penyelesaiannya. Hanya segelintir saja orang Indonesia yang mau mengkaji dan memahami akar permasalahan sehingga memiliki ancang-ancang dalam menyelesaikannya dan menjalankan gagasan brilian.

Lokomotif pembaruan dalam pemikiran Islam datang silih berganti dari generasi ke generasinya. Mewariskan banyak hal tentang keagamaan dan kebangsaan. Di era pra-Indonesia misalnya--jauh-jauh hari--seorang Kyai dari Jawa Timur begitu menggugah dengan membawa pemikiran yang paling modern dan moderat di zamannya. Siapa lagi kalau bukan Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asyari, Pendiri organisasi Islam terbesar di Indonesia Nahdlatul Ulama. Di zamannya, beliau tidak hanya berpikir tentang negara Islam untuk Nusantara (negeri yang dijajah oleh Belanda--kafir). Tidak seperti kyai-kyai seangkatannya yang geram dengan penjajahan seorang kafir Belanda dan lantas memicu mereka untuk berteriak lantang mendirikan negara Islam, KH. Hasyim Asyari justru berpikiran moderat dengan menggabungkan agama dengan nasionalisme. Mengeluarkan fatwa bahwa hukum membela Tanah Air bagi umat Islam adalah fardhu ain atau wajib bagi tiap-tiap individu.

Tak hanya itu, pemikiran beliau juga bisa dikatakan sangat jauh melompat ke depan. Tak hanya soal negara dan nasionalisme yang diwujudkannya dengan membela Tanah Air. Beliau juga fokus terhadap keperluan umat Islam dunia akan warisan peradaban Islam. Salah satunya dibuktikan ketika beliau membentuk sebuah komite yang diberangkatkan ke Saudi Arabia untuk menyuarakan aspirasi kepada Pemerintah Arab Saudi agar tidak memberangus situs-situs Islam, utamanya makam Nabi Muhammad SAW. Karena setelah rumah kelahiran Rasul dijadikan toilet umum, rumah tinggal Rasul bersama Sayyidah Khadijah digusur, rumah Assabiqunal-Awwalun digusur, makam para sahabat di Baqi diratakan, Pemerintah Arab Saudi berencana meratakan makam Nabi Muhammad. Di saat itulah KH. Hasyim Asyari memberangkatkan komite dari Indonesia untuk menyuarakan tiga aspirasi. Pertama, meminta pada Pemerintah Arab Saudi untuk menggilir imam Masjidil-Haram dan Masjid Nabawi kepada ulama-ulama dari negara-negara lain. Kedua, membiarkan seluruh umat Islam menunaikan ibadah haji dengan apapun latar belakang anutan mazhabnya. Ketiga, meminta Pemerintah Arab Saudi untuk tidak menggusur makam Nabi Muhammad. Dari ketiga aspirasi tersebut, hanya satu saja yang dikabulkan. Yaitu tidak menggusur makam Nabi Muhammad SAW. Perlu dicatat, hal ini dilakukan KH. Hasyim Asyari di saat Indonesia belum berdiri menjadi sebuah negara. Bahkan ketika itu, beliau belum mendirikan Nahdlatul Ulama. Jika bukan karena kecerdasan, keberanian, kepercayaan diri, dan dakwah, KH. Hasyim Asyari musykil mewujudkan perjuangannya dalam mempertahankan situs yang sangat suci dan bersejarah seperti makam Nabi Muhammad.
Gagasan dan pemikiran beliau telah kita nikmati hingga hari ini. Pemikiran beliau yang masih relevan, banyak kita rasakan manfaatnya untuk Indonesia yang hakiki. Saya yakin benar, seperti KH. Ahmad Dahlan yang mendirikan Muhammadiyah dengan misi Islam reformis dan banyak dimusuhi oleh kyai-kyai abangan di zamannya, KH. Hasyim Asyari pun bukan tidak mungkin mendapatkan cemoohan dari kyai-kyai yang bersebrangan pemikiran dengannya. Tapi hal itu (pemikiran KH. Hasyim Asyari) justru begitu nyata dampaknya untuk kelangsungan hidup berbangsa dan beragama hingga kini.

Tokoh pembaruan datang lagi. Saya bisa katakan bahwa inilah golden age-nya pemikiran Islam inklusif yang moderat. Pemikiran dan gagasan Islam yang baru, muncul pada generasi yang bersamaan dengan beberapa tokoh pembaharunya. Sebut saja Gus Dur dan Nurcholis Madjid yang banyak menelurkan semangat persatuan, kebangsaan, pluralisme, dan Islam yang moderat. Maka tak heran jika kini, semakin banyak tokoh Islam yang sangat vokal dalam mengkaji Islam dan mengamalkannya dengan baik. Seperti Azyumardi Azra yang mampu mengubah citra Universitas Islam Negeri (UIN) sebagai universitas Islam yang mampu berdampingan dengan disiplin ilmu umum atau non-agama. Kemudian Komarudin Hidayat, Ulil Abshar Abdala, Zuhairi Misrawi, dan masih banyak lagi tokoh-tokoh Islam yang produktif menelurkan karya dan gemar mengkaji-meneliti. Katakanlah mereka sedikit banyak berbeda pemahaman akan satu atau banyak permasalahan, tapi semangat mereka sebenarnya satu: kebangsaan dan Islam yang damai.

Geliat dan semangat mengkaji Islam akhirnya pun banyak disalahgunakan oleh berbagai oknum dan kepentingan. Seperti yang datang dari kalangan tarbiyah yang menginginkan konstitusi Islam diterapkan dalam lingkup negara Indonesia. Inilah yang coba diperjuangkan kalangan tarbiyah lewat jalur politiknya: Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Kalangan tarbiyah sebenarnya kebanyakan berasal dari sarjana lulusan Mesir yang banyak mengkaji buku-buku Ikhwanul Muslimin Mesir. Pemahaman mereka akan konstitusi Ikhwanul Muslimin itulah yang kemudian coba diperjuangkan untuk diterapkan di Indonesia. Hal itu coba diperjuangkan lewat jalur politik dengan kendaraan parpolnya: Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sayangnya, kalangan tarbiyah boleh dikatakan gagal mndekati kalangan UIN. Kenapa? Karena Islam memang menjadi bahan kajian di UIN, sehingga sedikit banyak mereka tidak mudah terpengaruh arus yang datang dengan iming-iming konstitusi Islam. Beda halnya dengan kampus-kampus umum yang tidak mempelajari Islam secara dalam seperti IPB, UI, dan ITB. Maka ketika datang satu guru atau ustaz membawa konsep tarbiyah, mereka menerima dengan mentah. Maka tak heran jika banyak dari kalangan tarbiyah yang pemikirannya cenderung keras dan menganggap diri paling lurus.

Beda lagi dengan gerakan Hizbut Tahrir Indonesia. Dari namanya, kita harusnya tahu bahwa gerakan ini adalah gerakan pembebasan, tahrir. Gerakan ini lahir di Palestina sebagai bentuk perjuangan terhadap kemerdekaan Palestina dari Israel. Namun, seiring pergantian kepengurusan, Hizbut Tahrir justru melenceng dari misi utamanya. Yang terdengar jelas justru rencana mendirikan Khilafah Islamiyah di negara-negara berpenduduk muslim. Gaung untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina justru lenyap. Kandas entah ke mana.

Kemudian gerakan yang lebih radikal, datang dan hampir lenyap seperti Al-Qaeda dengan pemimpinnya yang vokal ketika itu, Osama bin Laden. Agenda besar Al-Qaeda adalah melenyapkan Amerika dan kaum kafir lainnya dengan cara-cara yang sangat radikal. Namun saat ini, yang lebih menyeramkan radikalnya adalah Islamic State of Iraq and Suriah (ISIS). Kekejaman ISIS sangat gila dan konyol. Membunuh seluruh agama, kelompok, atau apapun yang bersebrangan dengannya. Dan agenda jarak dekat ISIS adalah menjadikan Indonesia sebagai wilayah kekuasaannya pada tahun 2017. Perlu diingat, Indonesia sudah 'menyumbang' warganya bergabung ke ISIS sebanyak 800 orang. Sementara warga negara-negara lain yang bergabung sudah banyak juga. Arab Saudi sebanyak 2.600 orang, Eropa 700, negara-negara Timur Tengah simpang siur dalam memberikan data konkretnya. Dan hasil survey pernah menyatakan bahwa empat persen dari masyarakat muslim dunia, setuju akan hadirnya ISIS di dunia.

Gerakan-gerakan radikal, baik yang kecil maupun besar masuk lewat jalur bawah tanah. Bergerilya lewat jalur kedap suara. Memanfaatkan masjid, dan memasuki area kosong dari pengkajian Islam. Membuat media-media penebar kebencian. Membenci ulama NU dan Muhammadiyah, memutarbalikkan logika, dan sering sekali memanipulasi data. Maka jangan heran jika banyak mahasiswa-mahasiswa dari kampus umum yang kini tampil diri dan berteriak lantang memperjuangkan Khilafah Islamiyah, bukan justru dari kampus UIN. Bahkan tak sedikit dari kalangan UIN yang dituduh sesat dan menyesatkan.

Gairah studi Islam haruslah kita kuatkan kembali. Membuka ruang dialog yang transparan agar konsep kebangsaan dan nasionalisme yang digagas oleh para ulama Indonesia terdahulu tidak sia-sia. Kita tidak bisa memaksakan bibit kurma tumbuh subur di tanah Indonesia. Karena kurma hanya akan tumbuh di padang pasir. Tapi kita bisa memiliki buah yang manis dan nikmat layaknya kurma. Seperti durian, semangka, jeruk, apel, dan lainnya. Maka, marilah kita tanam yang kita punya untuk meraih kemanisan yang dapat kita nikmati sendiri dan juga untuk diekspor ke negara lain. Satu hal yang saya dapat dari hikmah memakan buah adalah: dapat membantu kecerdasan berpikir dan kesehatan tubuh. Maka, marilah kita mulai mengkaji agar tidak terlambat dalam menyelesaikan masalah. Mari kita sukseskan formula jitu yang digagas NU dan Muhammadiyah akan semboyan Islam Nusantara.

With peace and love,
@sundakelapa90

Cibubur, 10 Januari 2016
Pukul 08.31 WIB

Jumat, 08 Januari 2016

Esensi Shalat dalam Kehidupan

Shalat adalah sebuah gerakan tertentu sebagai simbol umat muslim menyembah Tuhannya. Shalat secara harfiah bermakna doa. Secara filosofis, makna shalat tak lebih dahsyat dari makna harfiahnya.

Shalat dimulai dari niat dan takbiratul-ihram lalu diakhiri dengan taslim atau salam. Takbiratul-ihram sendiri secara harfiah berarti menegakkan takbir sambil meninggalkan perbuatan yang diharamkan dalam shalat. Seperti makan, minum, buang angin, tidur, dan lainnya. Di sini, penting sekali memfokuskan pikiran kepada Allah semata. Diharamkan kepada orang yang shalat ketika telah berkomitmen ber-takbiratul-ihram, memikirkan perbuatan dan niat-niat terlarang. Di sinilah, meditasi utama dalam shalat benar-benar harus murni untuk Allah saja. Fokus, menghambakan diri kepada Tuhan.

Menarik disimak mengapa dalam ajaran Islam, Allah tidak memerintahkan shalat dengan redaksi 'kerjakanlah shalat', tapi Allah menggunakan redaksi yang sangat kuat yaitu 'dirikanlah shalat'. Di sini jelas terdapat perbedaan yang cukup jauh antara keduanya. Jika hanya mengerjakan shalat, berarti Allah hanya menyuruh pribadi diri seorang hamba saja. Shalat dan selesai. Tapi jika mendirikan shalat, Allah memerintahkan umatnya untuk menyebarluaskan esensi shalat. Tidak hanya untuk pribadi diri, tapi untuk seluas-luasnya umat.

Dalam takbiratul-ihram, selain diwajibkan memfokuskan pikiran, meninggikan tauhid disimbolkan dengan mengucap Allahu Akbar. Dengan membaca ini, sebagai hamba Allah, kita bersimpuh dan yakin bahwa manusia, bumi, dan segala ciptaan Allah adalah kecil. Tiada daya dan upaya tanpa kuasa dari Yang Maha Besar.

Kemudian, setelah mengucap Allahu Akbar, kedua tangan menelungkup di antara perut dan dada. Ini merupakan ajaran dari Mazhab Imam Syafii. Mazhab Syafii merupakan mazhab washati, atau yang mengambil jalur tengah-tengah dalam memutus sebuah perkara. Dalam hal gerakan shalat ini, makna filosofis dari gerakan Mazhab Syafii dengan menelungkupkan kedua tangan di antara dada dan perut adalah sebagai sebuah keseimbangan. Ketenangan setelah mendapat meditasi utama dalam takbiratul-ihram, terdapat dalam hati dan dada. Selanjutnya, persembahkan ketenangan itu hanya kepada Allah. Mulailah bercumbu denganNya.

Perbedaan gerakan shalat antara Imam Syafii dan ketiga Imam lainnya adalah hal yang biasa saja. Mazhab lainnya bisa menelungkupkan kedua tangannya di tempat berbeda. Bisa di atas dada, di atas perut (bahkan sedikit condong ke bawah), dan lainnya. Mengapa terdapat perbedaan dalam gerakan shalat pada tiap mazhab? Apakah boleh berbeda dalam hal tersebut? Jawabannya, tentu saja boleh. Mengapa? Karena gerakan shalat itu bukan hal prinsipil yang tidak bisa diperdebatkan. Beda halnya dengan nilai prinsipil seperti mempertanyakan keesaan Tuhan. Hal prinsipil ini, jelas tidak boleh diperdebatkan karena sudah final dan sangat logis. Kecuali jika anda ateis, lebih baik anda pikirkan ulang untuk membaca artikel ini.

Setelah itu, dilanjutkan dengan membaca Al-Fatihah. Surat wajib yang harus dibaca pada tiap-tiap shalat. Baik shalat fardhu maupun shalat sunnah. Mengapa harus surat Al-Fatihah? Karena memang Rasulullah mengajarkan begitu. Lalu mengapa Rasul mengajarkan begitu? Kenapa surat Al-Fatihah begitu istimewa. Ya, karena surat Al-Fatihah adalah ibunya Al-Quran. Banyak sekali julukan untuk surat ini karena keistimewaannya. Boleh dikatakan, surat ini adalah surat yang komplit. Berbicara tentang tauhid, kasih sayang Tuhan, kuasa Tuhan, sosial, doa hingga harapan. Kemudian usai membaca surat Al-Fatihah dalam shalat, dilanjutkan dengan mengucap amin. Ini sebagai simbol harapan agar doa kita dikabulkan Allah. Ingat, Allah selalu mendengar tiap-tiap hati umatNya. Apalagi doa yang terucap tulus di saat shalat?

Kemudian gerakan rukuk. Rukuk adalah gerakan membengkokkan badan membentuk huruf L terbalik sambil mengucap bacaan rukuk. Secara filosofis, gerakan rukuk adalah proses menuju kehambaan kita kepada Allah secara simbolis. Rukuk, menunduk, dan membungkuk hanya kepada satu zat saja. Yakni Allah semata. Tidak boleh membungkuk kepada zat lainnya. Ini secara tidak langsung mengajarkan kita arti pentingnya kepercayaan diri. Menganggap diri mampu bersaing dengan manusia lainnya dalam hal kebaikan. Namun bukan untuk menampilkan diri untuk berbangga. Karena kita telah tahu bahwa, diri yang penuh percaya diri ini ternyata masih membungkuk di hadapan Allah. Itulah sejatinya kita: seorang hamba.

Setelah rukuk sebagai simbol kepercayaan diri dan kehambaan kepada Allah, kita bangkit i'tidal dan mengucap bacaannya. Menarik disimak bahwa dalam bacaan i'tidal ini, kita melafazkan kepercayaan yang sangat tinggi kepada Allah. Bahwa Allah mendengar tiap hambanya yang memujiNya. Ini berarti Allah menyukai pujian dari hambaNya. Tapi perlu dicatat bahwa pujian ini diucapkan secara tulus. Bukan doktrin tentang keesaan Allah semata. Ingat, dari takbiratul-ihram kita diwajibkan berfokus kepada Allah semata.

Lalu dilanjutkan dengan gerakan sujud. Simbol kehambaan total kepada Allah. Sambil membaca bacaan sujud, ada beberapa bacaan sunnah yang boleh dibaca saat sujud. Ini bagus dilakukan, yang penting niatnya adalah untuk menyembah Allah. Memurnikan hati untuk terus bercumbu dalam shalat. Gerakan selanjutnya seperti duduk di antata dua sujud pun merupakan doa dan harapan kita sebagai seorang hamba. Kepada Allah, kita mengadu. Mengadu akan zat yang lemah ini untuk dikuatkan. Diangkat derajat, dikaruniakan rezeki, dan lainnya. Kemudian sujud lagi, dan tahiyat.

Filosofi yang dapat ditarik dari gerakan berdiri, rukuk, sujud, bangun, dan sujud lagi adalah sebuah perjuangan. Perjuangan hidup manusia yang tak pernah mulus. Diwarnai dengan susah-senang. Cobaan dan tantangan. Namun dalam menempuh semua perjuangan itu, manusia sejatinya membutuhkan keseimbangan. Kepada Tuhan, manusia bersujud. Meminta perlindungan. Memohon yang baik-baik. Meminta dijauhkan dari yang jahat.

Terakhir, adalah gerakan taslim atau salam. Mengucapkan salam ke kanan dan kiri. Simbol sosial dicirikan dengan melihat ke sekitar. Bahwa sejatinya, Tuhan ingin menuntun umat akan pentingnya menengok sekitar. Berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya. Menebar rahmatan yang lil-alamin. Untuk semesta, begitulah harusnya umat Islam menjadi. Esensi shalat, marilah kita praktikan untuk diri dan sekitar.

With peace and love,
@sundakelapa90

Cibubur, 8 Januari 2016
Pukul 19.51 WIB